MONOLOG SIDANG JEMBATAN

Sabtu, 09 November 2013 gusmel riyadh

monolog
SIDANG
JEMBATAN
Adhy Pratama


Setting : Musik bertaluan dari belakang layar, sementara layar masih tertutup. Dari tempat penonton hingga depan panggung terbentang sebuah jembatan menyentuh lantai, namun ada pegangan tangan dikiri dan kanan. Seorang lelaki, mencerminkan kemiskinan berjalan ditengah-tengah penonton meniti jembatan. Ruangan benar-benar gelap, cahaya hanya dibelakang layar. Lelaki ini membawa lampion terang kemerahan. Berjalan dengan pelan dan hati-hati, tempo berjalan lambat namun tempo berbicara sedang.
Lelaki (L) : Aku rindu, aku benar-benar merindukan (pause, berhenti, memandang sekeliling) saat suara rakyat adalah suara Tuhan, saat suara rakyat mengalun dengan lantang. (menghadap kekanan, lampion seperti menerangi bawah jembatan) rakyat adalah otak, bukan kelingking, yang seandainya ada amputasi, (pause) orang gila pun lebih memotong kelingking daripada mengorbankan otaknya. (melanjutkan berjalan dengan hati-hati, sesekali memegangi tali jembatan)

L : Melihat jembatan ini, menitinya dengan hati-hati, teringat pada Almarhum Pak Jumadi. Dia kepala desa kami yang telah meninggal 3 tahun yang lalu,(pause) kepala desa terbaik sedunia, kepala desa terbaik di akhirat. Saat itulah, pemimpin benar-benar menjadi wakil rakyat, mewakili suara rakyat, dia juaranya. (pause) aku teringat ketika dia dilantik, 40 tahun yang lalu, ia berkata (menirukan suara dan gesture Jumadi) aku punya dua buah toko didesa ini, aku juga punya lahan kelapa sawit yang luas, untuk itu, seluruh gajiku serta tunjangannya sebagai kepala desa, aku hibahkan ke kas desa, agar desa kita semakin maju dan jaya, melebihi desa-desa lain yang ada disekitar (pause) aku bersorak (pause) tidak hanya aku, tapi seluruh warga desa bersorak. Semenjak saat itu, Jumadi dipastikan menjadi kepala desa seumur hidupnya. Ketika dia meninggal (pause, terlihat sedih) langit ikut mendung, seluruh warga muram bahkan anak kecil yang belum mengerti apa-apa, ikut terisak. Kami kehilangan, kami kehilangan ksatria, kami kehilangan (pause) raja kecil yang arif bijaksana (melanjutkan berjalan)
L : Setahun sebelum dia meninggal, jembatan ini putus. Dalam kondisi tubuh yang lemah dan sakit-sakitan, ia pimpin rapat. Seperti sidang DPR yang terhormat, kami dianggapnya anggota 

klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya
Download Naskah Ini

apabila Anda mengalami kesulitan dalam mendownload naskah drama ini, silakan hubungi admin via email: melonmanalagi@gmail.com